Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menjadi tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Status hukum Eddy itu dibenarkan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata dalam konferensi pers, Jumat (9/11/2023) di Gedung KPK.
Total, ada empat tersangka dalam kasus ini.
“Pada penetapan tersangka Wamenkumham, benar, itu sudah kami tanda tangani sekitar dua minggu yang lalu,” kata Alex.
Alex menuturkan, Eddy dijerat Pasal Suap dan Gratifikasi UU Tindak Pidana Korupsi.
Alex pun mengaku telah menandatangani Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk empat orang tersangka.
Namun, Alex belum bersedia mengungkap nama tiga tersangka lainnya.
Menurut Alex, sebanyak tiga tersangka diduga menerima suap dan gratifikasi.
Sementara satu pihak lainnya merupakan terduga pemberi suap.
“Dari pihak penerima tiga pemberi satu,” ujar Alex.
Kompas.com sudah menghubungi Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu melalui sambungan telepon dan pesan WhatsApp, tetapi belum direspons.
Eddy pernah diperiksa penyidik KPK terkait kasus yang dilaporkan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) ini.
Saat itu Eddy membantah telah menerima suap.
Sementara itu, pengacara pelapor, Deolipa Yumara, mengapresiasi langkah KPK menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka.
“Kami mengapresiasi kinerja KPK secara keseluruhan,” kata Deolipa Yumara kepada Kompas.com.
Deolipa pun mendesak KPK untuk segera menahan Wamenkumham. Terlebih lagi, Eddy Hiariej masih berstatus sebagai pejabat negara.
Ada “meeting of mind”
Adapun IPW melaporkan dugaan gratifikasi Eddy pada 14 Maret 2023. Dalam laporannya, IPW menyebut Eddy menerima gratifikasi Rp 7 miliar dari seorang pengusaha berinisal HH yang diduga diterima dua asistennya pada 2022.
Dalam laporan yang sama, Eddy juga diduga meminta agar dua asisten pribadi ditempatkan sebagai komisaris di perusahaan HH.
KPK menyelidiki laporan IPW pada Mei 2023 setelah memastikan laporan tersebut dilengkapi cukup petunjuk dan sesuai dengan kewenangan KPK.
Meski laporan awal berupa dugaan penerimaan gratifikasi, dalam perjalanannya KPK menemukan meeting of mind atau titik temu yang menjadi kesepakatan antara Eddy dan terduga penyuap. Meeting of mind itu menjadi latar belakang aliran dana ke Eddy Hiariej.
Data PPATK
Sebelumnya, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri menyatakan, KPK telah menerima data hasil analisis transaksi keuangan rekening Eddy dan anak buahnya.
Menurut Ali, data transaksi itu didapatkan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Yang pasti kami sudah dapat data itu dari PPATK,” kata Ali saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (8/11/2023).
Ali mengatakan, KPK berkoordinasi dengan PPATK terkait perkara dugaan suap dan gratifikasi Eddy Hiariej.
Meski demikian, pihaknya tidak bisa mengungkapkan berapa nilai transaksi ganjil tersebut karena sudah masuk dalam materi penyidikan.
“Substansi tentu tidak bisa kami sampaikan karena sedang berproses,” tutur Ali.
Pernah membantah
Eddy pernah menjalani pemeriksaan terkait kasus ini pada 20 Maret 2023. Ditemui selepas memberikan klarifikasi di kantor lembaga antirasuah bersama dengan asisten pribadi (aspri) dan kuasa hukumnya, Eddy Hiariej membantah adanya dugaan gratifikasi Rp 7 miliar yang dilaporkan Sugeng.
“Kalau sesuatu yang tidak benar kenapa saya harus tanggapi serius? Tetapi supaya ini tidak gaduh, tidak digoreng sana-sini, saya harus beri klarifikasi,” kata Wamenkumham, Senin (20/3/2023).
Mahfud Sebut Penetapan Wamenkumham Tersangka jadi Bukti KPK tidak Pandang Bulu
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej sebagai tersangka kasus gratifikasi.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengatakan penetapan wamenkumham sebagai tersangka, membuktikan bahwa KPK tidak pandang bulu dalam menjalankan tugasnya.
“Menurut saya, KPK ketika bicara penegakan hukum itu harus tidak pandang bulu dan itu ya dibuktikan,” kata Mahfud seusai peringatan Hari Pahlawan di TMP Kalibata, Jakarta, Jumat (10/11).
Dia menambahkan meskipun masih banyak kritik terhadap KPK, tetapi lembaga antikorupsi itu sudah membuktikan dengan tidak memilih-milih antara menteri, wamen, kepala daerah, atau semuanya. “Memang seharusnya begitu,” tegasnya.
Menurut Mahfud, ketika menetapkan seseorang sebagai tersangka, KPK pasti telah memiliki dua alat bukti yang menunjukkan bahwa tindak korupsi atau pencucian uang benar-benar terjadi.
“Tinggal nanti menguji alat bukti itu di pengadilan. Kita lihat saja proses hukum yang berjalan,” ungkap mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), itu.
Sebelumnya, KPK telah menandatangani surat penetapan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan suap sekitar dua pekan lalu. Selain Eddy, KPK menetapkan tiga tersangka lain dalam penyidikan kasus dugaan korupsi tersebut. Eddy Hiariej dilaporkan oleh Indonesia Police Watch (IPW) ke KPK atas dugaan gratifikasi sebesar Rp 7 miliar.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso pada 14 Maret 2023 melaporkan Yogi Ari Rukmana selaku asisten pribadi Eddy Hiariej dan advokat Yosie Andika Mulyadi ke KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp 7 miliar terkait konsultasi dan bantuan pengesahan badan hukum sebuah perusahaan.
Meski demikian, kuasa hukum Eddy Hiariej, Ricky Herbert Parulian Sitohang, membantah tudingan soal penerimaan gratifikasi tersebut.
Dia mengungkapkan bahwa uang yang diterima Yosi adalah murni fee yang diterima yang bersangkutan untuk pekerjaannya sebagai pengacara.
Ricky juga menegaskan tidak serupiah pun yang diterima oleh kliennya.
Dia mengatakan kliennya bahkan tidak tahu-menahu apa saja yang dikerjakan oleh Yosi.
- Mukjizat Bagiku, Betharia Sonata Nangis Haru Rinoa Cabut Laporan Atas Leon Dozan,Ikhlas Memaafkan - 02/12/2023
- Tipu Muslihat Israel: Minta Warga Khan Younis Mengungsi ke Rafah,Sesampai Sana Mereka Dibombardir - 02/12/2023
- Usai Marah ke Agus Rahardjo, Jokowi Tanya ke Pratikno: Sprindik Itu Apa Toh? - 02/12/2023