Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva menyatakan negaranya tidak mengakui Hamas sebagai organisasi teroris. Pengakuan serupa juga disampaikan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada kesempatan terpisah pekan ini.
Menurut Lula, posisi Brasil ini mengikuti pedoman yang ditetapkan Dewan Keamanan PBB (United Nations Security Council/UNSC) yang juga tercantum dalam pernyataan pemerintah Brasil.
Dikutip dari Middle East Monitor, pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi di Istana Kepresidenan Planalto di Ibu Kota Brasilia pada Sabtu (28/10).
“Posisi Brasil sangat jelas. Brasil hanya mengakui organisasi teroris seperti yang dipertimbangkan oleh Dewan Keamanan PBB, dan Hamas tidak diakui oleh Dewan Keamanan sebagai organisasi teroris,” tegas Lula.
Pemimpin berusia 78 tahun itu juga menyerukan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk segera mengakhiri perangnya di Jalur Gaza. Lula menyinggung banyaknya korban sipil yang tewas dalam korban sipil.
Menurut laporan terbaru, per Minggu (29/10) serangan Israel di Jalur Gaza dan penggerebekan di Tepi Barat sejak perang pecah melampaui angka 8.000 jiwa.
Kementerian Kesehatan Palestina di Jalur Gaza mengatakan, setengah dari angka korban jiwa tersebut terdiri dari anak-anak.
“Apa yang kami inginkan sekarang dari perdana menteri Israel adalah mengakhiri perang di Jalur Gaza. Sepertinya Netanyahu lupa bahwa di Gaza tidak hanya ada tentara Hamas, tapi juga ada wanita dan anak-anak, yang merupakan korban terbesar dari perang ini,” ucap Lula.
Brasil Serukan Perdamaian
Lebih lanjut, Lula menekankan posisi Brasil yang mendukung agar perdamaian segera terwujud di antara Hamas dan Israel — yang dapat dilakukan melalui dialog, bukan kekerasan.
Adapun Israel, pada gilirannya, menolak untuk menyetujui gencatan senjata dengan alasan hal itu hanya bakal menguntungkan Hamas.
“Apa yang diperlukan sekarang adalah mengatasi kekuatan peluru dengan kekuatan dialog. Saya akan terus berbicara tentang perdamaian. Kekuatan dialog mampu mengalahkan dan lebih efektif daripada bom yang kuat yang dapat diproduksi manusia,” jelasnya.
Lula beberapa hari lalu sempat mengecam serangan Israel di Jalur Gaza sebagai ‘genosida’, lantaran telah melanggar berbagai hukum internasional tentang etika perang.
“Apa yang terjadi bukanlah perang. Ini adalah genosida yang menyebabkan terbunuhnya hampir 2.000 anak-anak yang tidak ada hubungannya dengan perang ini. Mereka adalah korban dari perang ini,” ujar Lula.
Awal pekan ini, pemerintah Brasilia telah mengeluarkan pernyataan yang menjelaskan alasan di balik mengapa negaranya tidak menilai Hamas sebagai organisasi teroris — seperti yang dilakukan Barat.
Menurut pernyataan itu, Brasil mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh UNSC — badan PBB yang memiliki otoritas dan legitimasi untuk menetapkan suatu kelompok sebagai ‘organisasi teroris’ atau tidak.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 24 PBB, Hamas tidak termasuk di dalam entitas teroris yang sudah diakui di seluruh dunia seperti ISIS, Al-Qaeda, dan Boko Haram.
“Menurut prinsip-prinsip hubungan internasional yang diatur dalam Pasal 4 Konstitusi, Brasil menolak terorisme dalam segala bentuk dan manifestasinya,” bunyi pernyataan pemerintah.
Brasil, pada gilirannya, mengemukakan kesiapan untuk bekerja sama & berkontribusi terhadap penyelesaian konflik secara damai di Timur Tengah.
“Praktik-praktik Brasil, yang konsisten dengan resolusi-resolusi PBB, memungkinkan negara ini untuk berkontribusi bersama dengan negara-negara lain atau secara individu terhadap penyelesaian konflik secara damai dan perlindungan warga negara Brasil di wilayah-wilayah konflik di Timur Tengah,” tutup pernyataan itu.
Israel Serang Atas dan Bawah Tanah Gaza, Perang Lawan Hamas Masuki Fase Baru
Perang Israel-Hamas memasuki fase baru dengan pemboman intensif di Jalur Gaza, kata Menteri Pertahanan Yoav Gallant pada Sabtu (28/10/2023).
“Kami sudah memasuki fase baru dalam perang. Tadi malam tanah di Gaza berguncang. Kami menyerang di atas dan bawah tanah,” kata Gallant dalam video, dikutip dari kantor berita AFP. Ia merujuk ke jaringan terowongan militer yang dibangun Hamas di bawah Gaza.
“Instruksi kepada pasukan sudah jelas: aksi akan berlanjut hingga pemberitahuan lebih lanjut.”
Pada Jumat (27/10/2023) malam, Israel meningkatkan serangan udaranya di Jalur Gaza, membuat ratusan bangunan dan ribuan rumah rata dengan tanah.
Para saksi mata mengatakan, mayoritas serangan terkonsentrasi di daerah sekitar dua rumah sakit yaitu Al-Shifa dan RS Indonesia yang terletak di distrik Jabaliya, Gaza utara.
Serangan tersebut meninggalkan lubang besar di jalan-jalan dan merobohkan banyak bangunan.
Perang Hamas vs Israel terbaru pecah sejak Sabtu (7/10/2023), menyebabkan 1.400 korban tewas di Israel dan mayoritas adalah warga sipil.
Sementara itu, di Gaza lebih dari 7.700 orang tewas termasuk sekitar 3.500 anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan wilayah tersebut yang dikuasai Hamas.
PM Israel Sempat Ngaku Tak Diperingatkan Intelijen soal Rencana Serangan Hamas
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, membuat kegemparan di dalam kabinet perangnya. Menyindir para kepala intelijennya, dia mengaku tidak pernah diperingatkan soal rencana serangan berskala masif Hamas ke wilayah selatan Israel awal Oktober lalu.
Namun, Netanyahu tak lama kemudian menarik kembali ucapannya dan mengeluarkan permintaan maaf — mengaku dirinya keliru.
Dikutip dari Reuters, sindiran Netanyahu disampaikan dalam sebuah postingan di platform X, Minggu (29/10) dini hari. Namun, postingan itu kini sudah dihapus.
“Tidak ada waktu dan tahap apa pun yang diberikan kepada Perdana Menteri Netanyahu mengenai niat perang Hamas,” bunyi postingan tersebut.
“Sebaliknya, semua pejabat keamanan, termasuk kepala intelijen militer dan kepala Shin Bet, memperkirakan bahwa Hamas telah jera dan tertarik untuk berdamai,” tambahnya.
Komentar awal Netanyahu langsung menuai teguran dari sekutu-sekutunya — termasuk dari oposisi, Benny Gantz, yang kini digandeng menjadi anggota kabinet perang Netanyahu.
Komentar itu juga mengundang amarah publik, yang memandang Netanyahu tidak bertanggung jawab atas kegagalan intelijen untuk memprediksi rencana serangan Hamas.
Padahal, intelijen dan militer Israeli Defense Forces (IDF) dikenal sebagai salah satu yang terkuat di dunia.
Dalam postingan di platform X, Gantz mengatakan Netanyahu harus menarik kembali ucapannya dan membiarkan ‘kegagalan’ itu sebagai pelajaran.
“Ketika kita berperang, kepemimpinan harus menunjukkan tanggung jawab, memutuskan untuk melakukan hal-hal yang benar dan memperkuat pasukan sedemikian rupa sehingga mereka dapat melaksanakan apa yang kita tuntut dari mereka,” ujar Gantz.
‘Saya Keliru’
Netanyahu tampaknya mengindahkan kritik dari Gantz dan sekutu-sekutunya. Sekitar 10 jam sejak Netanyahu memposting komentar awal, dia kemudian menyampaikan permintaan maaf.
“Saya keliru. Hal-hal yang saya katakan setelah konferensi pers tidak seharusnya saya katakan dan saya meminta maaf untuk itu,” tulis Netanyahu.
“Saya memberikan dukungan penuh kepada semua kepala bagian keamanan. Saya memperkuat Kepala Staf dan para komandan serta prajurit IDF yang berada di depan dan berjuang untuk rumah itu. bersama-sama kita akan menang,” sambung dia.
Ketika ditanya soal komentar Netanyahu, juru bicara IDF menolak memberikan tanggapan. “Kami sekarang sedang berperang, fokus pada perang,” ujarnya.
Para pejabat Israel juga menambahkan, segala peristiwa yang terjadi sebelum dan termasuk saat menghadapi serangan Hamas di awal itu sendiri akan diselidiki. Namun, kata mereka, fokus saat ini adalah untuk berperang.
AS Diam-diam Perluas Pangkalan Militer di Israel,Proyek Kolonialisasi Barat di Tanah Arab
Di tengah ganasnya serangan udara militer Israel, IDF, ke Gaza yang meningkatkan jumlah korban sipil tewas, Amerika Serikat (AS) dilaporkan berupaya memperluas pangkalan militernya di wilayah sekutu utama mereka tersebut.
Diberitakan, AS berulang kali membantah niat mengirim pasukan Amerika untuk membantu sekutu mereka di Timur Tengah.
Namun informasi yang baru-baru ini justru dikeluarkan Pentagon menunjukkan kalau AS tetap berinvestasi secara signifikan di pangkalan militer berstatus ‘tidak diakui’ di gurun Negev, Israel.
Laporan tersebut, yang diunggah pada Agustus di situs web Pentagon, mengungkapkan kalau dana lebih dari 35 juta dolar AS diberikan kepada sebuah perusahaan yang berbasis di Colorado untuk “area pendukung kehidupan,” untuk menampung personel militer.
Pembangunan pangkalan militer AS akan dilakukan di Situs 512, sebuah pangkalan rahasia dengan pemandangan luas yang bisa memantau wilayah sekitarnya dari puncak Gunung Har Qeren.
Paul Pillar, seorang mantan analis CIA menjelaskan soal status ‘tak diakui’ dari proyek tersebut dapat diartikan kalau pemerintah AS tidak secara resmi mengaku kalau memang menggelontorkan dana untuk pembangunan pangkalan militer tersebut.
Alasan politik dan diplomatis menjadi sebab kalau AS tidak mau secara resmi mengonfirmasi perluasan pangkalan militernya di wilayah Israel tersebut.
“Kadang-kadang sesuatu diperlakukan sebagai rahasia resmi bukan dengan harapan bahwa musuh tidak akan pernah mengetahuinya, melainkan (karena) pemerintah AS, karena alasan diplomatik atau politik, tidak mau mengakuinya secara resmi,” kata Paul Pillar.
Alasan politis dan diplomatis yang dimaksud adalah, dukungan terbuka AS terhadap Israel diketahui telah lama merusak reputasi negara tersebut dalam upaya kerjasama ekonomi di dunia Arab.
“Spekulasi saya adalah bahwa kerahasiaan tersebut merupakan peninggalan dari pemerintahan kepresidenan AS yang mencoba berpura-pura tidak memihak Israel dalam konflik Israel-Palestina dan Israel-Arab,” David Vine, seorang profesor antropologi.
Proyek Kolonial dan Garnisun Barat di Dunia Arab
Pengumuman Pentagon tersebut, kata David Vine, dapat diartikan kalau AS kini kian terbuka memberikan dukungan langsung terhadap posisi Israel dalam konstalasi geopolitik di Timur Tengah.
“Pengumuman pangkalan militer AS di Israel dalam beberapa tahun terakhir kemungkinan besar mencerminkan hilangnya kepura-puraan dan keinginan untuk secara lebih terbuka menyatakan dukungan terhadap Israel,” tambahnya.
Amerika Serikat telah melakukan langkah serupa dalam beberapa tahun terakhir untuk secara lebih terbuka mendukung Israel.
Contohnya seperti ketika mantan Presiden AS Donald Trump pada 2018 yang mengumumkan kalau Amerika Serikat akan memindahkan kedutaan mereka di negara tersebut ke Yerusalem.
Pernyataan tersebut sangat kontroversial karena kota ini memiliki kepentingan keagamaan baik bagi orang Yahudi maupun Muslim.
Israel memandang Yerusalem sebagai ibu kota wilayah Israel, yang makna historisnya tidak ada bandingannya.
Sementara itu, usulan pembentukan negara Palestina menyarankan menjadikan bagian timur kota tersebut sebagai ibu kota Palestina.
Tindakan kedutaan ini ditafsirkan oleh warga Palestina sebagai konfirmasi atas kurangnya minat yang tulus dalam menyelesaikan kebuntuan yang sudah berlangsung lama antara Yahudi dan Arab di Israel.
Trump bergerak cepat untuk menegosiasikan normalisasi diplomatik antara Israel dan beberapa negara Timur Tengah; Presiden AS Joe Biden berupaya mewujudkan normalisasi antara Israel dan Arab Saudi hingga perang Israel-Hamas baru-baru ini mengalihkan proses tersebut.
Para analis mengatakan pembangunan pangkalan militer seperti Site 512 akan difokuskan terutama untuk memantau serangan dari negara tetangga Israel, terutama Iran, ketimbang untuk mengamati peluncuran roket dari Gaza oleh Hamas.
Amerika Serikat telah lama menjadi sekutu terdekat Israel, memberikan bantuan miliaran dolar setiap tahunnya.
Theodor Herzl, pendiri gerakan Zionis yang mengilhami berdirinya Israel, secara khusus menyebut usulan negara Yahudi di wilayah tersebut sebagai proyek “kolonial” dan “negara garnisun” bagi Barat di dunia Arab.
Pembenaran umum yang menganggap Israel sebagai garda depan demokrasi dan pemerintahan liberal di Timur Tengah mencerminkan retorika serupa yang digunakan oleh kelompok neokonservatif untuk membenarkan perang di Irak, Afghanistan, dan belahan dunia lainnya.
- Mukjizat Bagiku, Betharia Sonata Nangis Haru Rinoa Cabut Laporan Atas Leon Dozan,Ikhlas Memaafkan - 02/12/2023
- Tipu Muslihat Israel: Minta Warga Khan Younis Mengungsi ke Rafah,Sesampai Sana Mereka Dibombardir - 02/12/2023
- Usai Marah ke Agus Rahardjo, Jokowi Tanya ke Pratikno: Sprindik Itu Apa Toh? - 02/12/2023