Wacana impeachment (pemakzulan) terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai berembus.
Hal ini berkat beberapa peristiwa politik yang nyata, seperti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) hingga majunya Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024 mendampingi Prabowo Subianto.
Seperti diketahui saat ini putusan MK yang kontroversial mengenai batas usia capres-cawapres sedang didalami Mahkamah Kehormatan MK (MKMK).
Jika ditemukan adanya pelanggaran etika, Ketua MK Anwar Usman, yang merupakan adik ipar Jokowi, bisa diberhentikan tidak dengan hormat.
Ini menjadi pintu masuk untuk memuluskan wacana impeachment tadi.
Pengamat politik Saiful Mujani mencurigai putusan MK 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden, yang sarat kepentingan politik.
“Apabila ada bukti-bukti kuat yang menunjukkan bahwa presiden melakukan abuse of power, maka tahap impeachment terhadap presiden bisa dilakukan,” ucapnya, Rabu (1/11/2023).
Menurut Saiful, segala huru-hara politik saat ini bersumber dari sikap dan keputusan Presiden Jokowi yang tidak netral, tegak lurus pada konstitusi dan proses hukum di Indonesia.
Selain itu, Saiful juga berpandangan bahwa Presiden Jokowi seharusnya mengetahui bahwa putusan MK tersebut cacat secara serius.
“Saya berharap tadinya, bahwa pak Jokowi tidak mengizinkan putranya untuk menjadi calon wakil presiden,” ucap Saiful.
Lebih lanjut, Saiful khawatir pilpres yang akan datang menjadi arena elektoral yang tidak netral karena ada campur tangan pemegang kekuasaan saat ini.
“Sebagai presiden, pak Jokowi punya kekuasaan yang luar biasa besarnya dan dapat menggunakan kekuasaannya untuk tujuan memenangkan Gibran,” jelas Saiful.
Kekuasaan yang Saiful maksud berbentuk sumber daya dan kebijakan yang bisa disalahgunakan untuk kepentingan keluarga Presiden Jokowi.
“Pak Jokowi punya aparat, TNI maupun polisi, birokrasi, bawahan kepala daerah yang diangkatnya dalam setahun terakhir ini,” ucapnya.
“Semuanya itu bisa menjadi resources yang bisa dimobilisasi untuk kepentingan politik keluarga,” imbuh Saiful.
Wacana impeachment sebelumnya digagas oleh politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera.
Menurut Mardani, opsi pemakzulan terhadap Jokowi menjadi terbuka jika dugaan cawe-cawe atau campur tangan dalam Pilpres 2024 terbukti.
“Kalau jadi dan faktanya verified, pemakzulan bisa menjadi salah satu opsi,” kata Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Menurut Mardani, opsi pemakzulan terhadap Jokowi itu terbuka lantaran cawe-cawe Jokowi nyata menabrak banyak peraturan.
“Banyak hal yang ditabrak,” tegasnya.
Anggota Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Yusuf Lakaseng kembali mengungkit pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal pencalonan Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.
Yusuf Lakasaeng menganggap Jokowi menyampaikan pernyataan yang berbeda dengan realita kini.
Sebagai informasi, Jokowi sempat menampik saat ditanya isu Gibran akan maju sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Kala itu, Jokowi menyebut Gibran masih berusia 35 tahun dan baru menjadi Wali Kota Solo selama dua tahun.
Namun setelah Mahkamah Konstitusia (MK) mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres menjadi 35 tahun, Gibran langsung dideklarasikan sebagai cawapres Prabowo Subianto.
Terkait hal itu, Yusuf menduga adanya kecurangan di MK untuk memuluskan jalan Gibran di Pilpres 2024.
“Kalau mau curang kan banyak cara, apalagi tangan kekuasaan bukan hanya tangan terlihat, ada operasi yang tidak perlu dia tampakkan karena akan mengundang reaksi publik,” ucap Yusuf, dikutip dari Kompas TV, Rabu (1/11/2023).
“Karena presiden kita akhir-akhir ini, seperti kata Pak Prabowo, pagi tempe sore tahu,” tandasnya.
Sementara itu, agenda pertemuan antara Presiden Jokowi dengan kelompok relawan tergabung dalam Arus Bawah Jokowi di sela-sela kunjungan kerja di Bali, Selasa (31/10/2023), dinilai tidak sejalan dengan komitmen netralitas yang diharapkan dari kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
“Di dalamnya ada pembicaraan soal politik nasional. Di mana saat ini, presiden Jokowi berhubungan langsung secara emosional dengan perhelatan ini. Yakni majunya Gibran sebagai cawapres,” kata pengamat politik Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti, Rabu (1/11/2023).
Ray menyoroti soal etika politik yang seharusnya dijalankan oleh Presiden Jokowi saat ini.
Sebab jika hal itu dilakukan maka bisa semakin menambah kecurigaan masyarakat Presiden Jokowi tidak bisa bersikap netral dalam Pemilu dan Pilpres 2024.
“Faktanya, relawan Jokowi sudah menyatakan mendukung pasangan Prabowo-Gibran,” ujarnya.
“Maka apakah pertemuan itu karena mereka relawan Jokowi atau karena mereka adalah pendukung Prabowo-Gibran,” imbuh Ray Rangkuti.
Ray juga berharap komitmen sikap netral Presiden Jokowi tidak hanya berhenti sebatas wacana saat mengundang tiga bakal calon presiden yakni Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto dalam jamuan makan siang di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/10/2023) lalu.
Sebab menurut Ray, menjaga kepercayaan masyarakat dengan menjunjung tinggi prinsip kejujuran dan keadilan sangat mutlak dalam pelaksanaan Pemilu dan Pilpres supaya hasilnya bisa dipertanggungjawabkan.
“Mengelola pemilu/pilpres itu berdasar kepercayaan. Bila masyarakat memiliki keraguan atas prosesnya, hal itu bisa mengundang delegitimasi atas hasilnya,” ucapnya.
Arti Impeachment (Pemakzulan)
Pemakzulan bisa didefinisikan sebagai proses, cara, atau perbuatan untuk memakzulkan seseorang dari jabatannya atau memberhentikan dari jabatan sebagai pemimpin.
Pemakzulan Presiden atau Wakil Presiden telah diatur dalam Pasal 7A dan 7B Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Pasal tersebut berbunyi: “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
Respons PDIP Soal Wacana Pemakzulan Jokowi
Politikus PDIP Pandapotan Maruli Asi Nababan merespons soal risiko pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai puncak kekecewaan publik atas politik dinasti yang ditudingkan kepadanya.
Eks Ketua KPK Abraham Samad menyampaikan ada seorang pakar tata hukum negara yang menyebut alasan hukum sudah terpenuhi untuk memakzulkan Jokowi.
“Itu menjadi early warning seperti dikatakan akan ada [kemungkinan] pemakzulan. Itu sebuah peringatan, jangan dianggap remeh,”ujarnya kepada eks Ketua KPK Abraham Samad di kanal YouTube Abraham Samad Speak Up, Selasa (31/10/2023).
Lebih lanjut, Panda juga menyampaikan sikap Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri terkait hal tersebut.
“Kondisi Ibu Mega sekarang tengah dalam keprihatinan,” ujarnya.
Alasan Hukum Pemakzulan Jokowi
Pengamat dan konsultan politik Eep Saefullah Fatah menilai bahwa saat ini Presiden Jokowi tengah dalam ancaman pemakzulan yang terpicu oleh empat faktor.
Salah satunya, akibat dampak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi karpet merah bagi Gibran Rakabuming Raka untuk berlaga di pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Pendiri dan CEO PolMark Indonesia (Political Marketing Consulting) itu pun menilai bahwa putusan yang disinyalir memberi lampu hijau bagi anak muda untuk berkontestasi di politik, justru meredam demokrasi di Tanah Air.
Eep pun menjelaskan kondisi tersebut dengan mengilustrasikan sebagai seorang penumpang dari sebuah kapal yang bernama Demokrasi Indonesia yang dinilainya terlihat akan karam.
“Indonesia yang akan karam itu. Saya adalah penumpangnya. Saya bukan penonton di pantai yang akan menonton Indonesia tenggelam,” katanya dalam youtube Abraham Samad SPEAK UP, dikutip Kamis (26/10/2023).
Lebih lanjut dia meyakini bahwa semua orang di Indonesia memiliki keresahan yang sama. Dia memerinci terdapat empat faktor yang meningkatkan potensi pemakzulan Jokowi.
Pertama, terbukti ada skandal yang terverifikasi secara hukum dan politik yang menyangkut langsung pada orang nomor satu di Indonesia itu. Menurutnya, Jokowi harus berhati-hati dengan persoalan di MK hingga pengusungan putra sulungnya sebagai cawapres Prabowo Subianto.
“Pokoknya sekarang presiden menggunakan kekuasaannya dengan menciptakan situasi yang sekarang dengan ditandai nepotisme yang sangat akut,” ujarnya.
Kedua, dia menilai ada kegagalan kebijakan yang dirasakan secara nyata. Sayangnya, kata Eep, keterbukaan ini justru tertutup oleh survei yang memberikan kepalsuan bagi publik melalui kepuasan kepada pemerintah di atas 70 persen.
Ketiga, adalah resistensi parlemen yang melembaga dan kuat, sampai kemudian meluas dan tersokong oleh resistensi oposisi dan lain gerakan di luarnya.
“Sehingga benar bahwa presiden mengendalikan partai begitu rupa, dengan cara memberikan kedudukan di pemerintahannya. Dengan itu kemudian Presiden bisa menjadi ketua pembina partai. Ditambah lagi dengan peristiwa Jokowi membentuk kabinet pertama dan kedua,” katanya.
Dia menyebut bahwa kabinet pertama, calon menteri harus dinilai dulu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehingga terkesan mencitrakan bahwa pasukan Jokowi di awal kepemimpinannya sangat menimbang bersihnya calon-calon menteri yang akan dipilih.
“Namun, apa yang terjadi di kabinet kedua, saya lihat kecenderungan presiden adalah senang menginjak kaki seseorang untuk mengendalikan orang itu secara politik,” katanya.
Keempat, ujar Eep saat ini keresahan pubklik kian meluas. Meskipun banyak anggapan belum terlihat meluas, tetapi dia melanjutkan bahwa saat ini kemarahan publik banyak terpendam.
Bahkan, menurutnya, saat ini Jokowi tengah berada dalam waktu di ujung tanduk dalam menunjukkan gaya kepememimpinannya.
“Karena berbahaya. Salah langkah, bisa berbahaya,” pungkas Eep.
- Mukjizat Bagiku, Betharia Sonata Nangis Haru Rinoa Cabut Laporan Atas Leon Dozan,Ikhlas Memaafkan - 02/12/2023
- Tipu Muslihat Israel: Minta Warga Khan Younis Mengungsi ke Rafah,Sesampai Sana Mereka Dibombardir - 02/12/2023
- Usai Marah ke Agus Rahardjo, Jokowi Tanya ke Pratikno: Sprindik Itu Apa Toh? - 02/12/2023