Di tengah konflik yang masih berlangsung dengan Hamas, otoritas Israel melarang jemaah Palestina memasuki Masjid Al-Aqsa untuk beribadah pada Jumat (20/10).
Larangan itu diberlakukan Israel selama dua pekan berturut-turut, ketika pada saat bersamaan penjajah menggempur Jalur Gaza dan secara keseluruhan menewaskan hampir empat ribu orang.
Dikutip dari Anadolu Agency, seorang pejabat Departemen Wakaf di Yerusalem — pengelola Masjid Al Aqsa, mengatakan otoritas Israel hanya memperbolehkan warga Palestina berusia 65 tahun memasuki situs paling suci ketiga di agama Islam tersebut.
Pejabat yang tidak ingin disebutkan identitasnya ini menambahkan, Israel telah memberlakukan pembatasan ketat bagi jemaah Palestina selama dua minggu berturut-turut, khususnya sejak konflik dengan Hamas terjadi 7 Oktober lalu.
Berdasarkan pengakuan saksi mata, puluhan jemaah muslim Palestina dipaksa otoritas Israel melaksanakan salat Subuh di lorong-lorong menuju Masjid Al-Aqsa, setelah tidak diizinkan masuk.
Adapun sejak pagi hari ini, pasukan Israel dalam jumlah besar telah berjaga di seluruh wilayah pendudukan Yerusalem Timur — lokasi Masjid Al-Aqsa terletak, terutama di gerbang-gerbang menuju masjid.
Israel sering melakukan pembatasan sepihak terhadap jemaah muslim Palestina yang ingin beribadah di Masjid Al-Aqsa. Tidak jarang, hal itu berujung pada bentrokan berdarah hingga menelan korban jiwa.
Sebelumnya, saat Tahun Baru Yahudi (Rosh Hashanah) pertengahan September lalu, pasukan penjajah pun menerapkan pengamanan lebih ketat bagi warga Palestina di Masjid Al-Aqsa.
Mereka mengusir secara paksa jemaah Palestina di area masjid dan meningkatkan kehadiran pasukan keamanan di sekitarnya. Selain itu, akses bagi warga Palestina yang berusia di bawah 50 tahun juga dilarang — jalan dibuka hanya bagi pemukim Israel.
Terlepas dari kecaman internasional yang ditujukan terhadap Israel, tetapi pembatasan dan penindasan terhadap hak-hak rakyat Palestina masih saja dilakukan oleh tentara zionis Israel.
Israel Tangkap 100 Warga Palestina di Tepi Barat, Termasuk Pimpinan Hamas
Tentara zionis Israel telah menangkap 100 warga Palestina, termasuk pejabat pemerintah maupun militer dalam operasi penggerebekan wilayah pendudukan di Tepi Barat.
Penggerebekan dan penangkapan terjadi pada saat bersamaan Israel memberlakukan pengepungan total bagi rakyat Palestina di Gaza yang kini terjebak dengan keterbatasan akses ke kebutuhan pokok.
Dikutip dari Anadolu Agency, laporan ini disampaikan LSM lokal yang memonitor tahanan Palestina di penjara Israel, Palestinian Prisoners Society, pada Kamis (19/10).
“Mantan anggota parlemen dan pemimpin Hamas termasuk di antara mereka yang ditahan,” kata juru bicara Palestinian Prisoners Society, Amanai Sarahneh.
Sarahneh menambahkan, sejak pergolakan bersejarah Hamas ke area selatan Israel pada 7 Oktober lalu, sekitar 850 warga Palestina di Tepi Barat telah ditahan oleh tentara zionis.
Tidak dijelaskan pula penyebab penangkapan tersebut dan di mana para tahanan saat ini berada. Namun, tentara zionis Israel acap kali melakukan penangkapan terhadap warga Palestina tanpa harus ada dakwaan atau biasa disebut ‘penahanan administratif’.
Penahanan ini adalah sebuah klausa yang diciptakan oleh Israel untuk memenjarakan seseorang tanpa memerlukan dakwaan dan tanpa harus memberikan bukti apa pun yang menjustifikasi penahanan mereka kepada pengacara.
Ratusan warga Palestina dengan beragam usia telah menjadi tahanan administratif lebih lama dari seharusnya dan sering kali diperumit untuk memperoleh hak-hak hukumnya.
Militer Israel, pada gilirannya, saat ini tampak sedang mempersiapkan serangan darat untuk menggempur Gaza — yang dikuasai oleh Hamas, untuk menumpas para petinggi kelompok militan Palestina itu beserta fasilitas-fasilitas militernya.
Bantuan Apa Saja yang Diperlukan Gaza?
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa stok makanan, bahan bakar dan air minum di Gaza semakin menipis, seiring dengan ribuan ton bantuan yang siap disalurkan melalui perbatasan selatan Jalur Gaza dengan Mesir.
Para pemimpin dunia dan organisasi kemanusiaan menyerukan agar bantuan kemanusiaan diberi akses untuk masuk ke Gaza, seiring meningkatnya konflik Israel-Hamas.
Sekitar 20 truk yang membawa makanan, air, dan pasokan medis diperkirakan diizinkan masuk dalam beberapa hari mendatang.
Namun, kepala bantuan PBB Martin Griffiths memperingatkan bahwa 100 truk bantuan per hari diperlukan untuk membantu 2,1 juta penduduk Gaza yang saat ini terjebak dalam konflik antara Israel dan Hamas.
Mengapa bantuan terhalang masuk ke Gaza dan apa yang dibutuhkan?
Israel dan negara tetangganya, Mesir, telah membatasi pergerakan barang dan orang masuk dan keluar Gaza sejak Hamas menguasai wilayah tersebut pada tahun 2007.
Kedua negara mengatakan blokade mereka diperlukan untuk alasan keamanan.
Gaza dikelilingi oleh penghalang yang mencegah pergerakan masuk dan keluar dari Jalur Gaza.
Ada tiga pos perbatasan yang dikontrol ketat, semuanya ditutup setelah Hamas melancarkan serangan terhadap Israel, yang menewaskan lebih dari 1.400 orang.
Menanggapi serangan pada tanggal 7 Oktober, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant memerintahkan “pengepungan total” terhadap Gaza dan menambahkan: “Tidak akan ada listrik, tidak ada makanan, tidak ada bahan bakar, semuanya ditutup.”
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan setidaknya 3.785 orang tewas di Jalur Gaza sejak awal konflik terbaru ini, dan 12.500 lainnya terluka.
Dua perbatasan – Erez di Gaza utara, dan Kerem Shalom di selatan – yang menuju Israel telah ditutup tanpa batas waktu.
Jalur ketiga, penyeberangan Rafah ke Mesir, kini menjadi satu-satunya jalur potensial untuk bantuan kemanusiaan.
Namun, pemboman Israel telah merusak rute tersebut dan lubang-lubang di permukaan jalan sedang diperbaiki agar truk dapat lewat dengan aman.
Apa kata Israel tentang bantuan ke Gaza?
Israel mengatakan pihaknya tidak akan mengizinkan bantuan apa pun melewati wilayahnya sampai sandera yang ditahan oleh Hamas dibebaskan.
Juru bicara militer Israel mengatakan sedikitnya 203 orang, termasuk 16 anak-anak, diyakini ikut serta dalam serangan tanggal 7 Oktober itu.
Setelah percakapan dengan Presiden AS Biden, Israel setuju untuk mengizinkan sejumlah bantuan masuk ke Gaza dari Mesir, melalui penyeberangan perbatasan Rafah.
Namun, pihak berwenang Israel mengatakan jika ada tanda-tanda Hamas mencoba mengeksploitasi bantuan yang diizinkan masuk ke Gaza, mereka akan melakukan intervensi.
Dimana perbatasan Rafah berada?
Pos perbatasan Rafah telah menjadi fokus untuk akses pengiriman bantuan ke Gaza, seiring meningkatnya konflik Israel-Hamas.
Ini adalah pintu keluar paling selatan dari Gaza dan satu-satunya penyeberangan perbatasan yang tidak langsung menuju Israel.
Dari Gaza ke Mesir, jalur ini menyediakan rute ke semenanjung Sinai.
Mesir tampaknya siap membuka kembali perbatasannya dengan Gaza di Rafah untuk akses bantuan dan orang-orang pemegang pemegang paspor asing.
Menteri Luar Negeri Mesir, Sameh Shoukry, mengatakan kepada program Newshour BBC bahwa dari sudut pandang Mesir, “perbatasan Rafah di sisi kami secara resmi dibuka”, namun ia menyalahkan “pemboman udara” yang membuat penyeberangan tersebut “tidak dapat diakses” dan tidak aman untuk dilintasi truk bantuan ke Gaza.
Presiden Mesir, Abdel Fattah El-Sisi menambahkan: “Apa yang terjadi saat ini di Gaza adalah upaya memaksa warga sipil untuk mengungsi dan bermigrasi ke Mesir, yang tidak boleh dibiarkan.”
Dia menambahkan bahwa sangat penting bagi warga Palestina untuk “tetap teguh dan berada di tanah mereka” di tengah kekhawatiran akan adanya pengungsian lebih lanjut yang berisiko “melikuidasi” perjuangan Palestina.
Selain itu, Mesir juga mengkhawatirkan kemungkinan masuknya kelompok milisi Islam ke negaranya, setelah menghadapi pemberontakan Jihadis di Sinai selama hampir satu dekade.
Siapa yang mengirimkan bantuan ke Gaza?
PBB telah mengumpulkan sekitar 3.000 ton bantuan di perbatasan Rafah.
Kurang dari 1 km dari perbatasan, paket makanan, bahan bakar, air dan obat-obatan menunggu untuk diizinkan masuk ke Gaza.
Phillippe Lazzarini, komisaris jenderal Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA) memperingatkan “bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya sedang terjadi” dan tanpa koridor pengiriman bantuan yang aman, pasokan kebutuhan pokok akan habis.
Menyusul permintaan bantuan mendesak dari Bank Pangan Dunia, Organisasi Kesehatan Dunia dan UNICEF, International Humanitarian City, yang berbasis di Dubai, menyalurkan pasokan kebutuhan pokok ke Bandara Internasional El-Arish di Mesir utara.
Hasilnya, bandara ini menerima banyak bantuan mulai dari makanan siap saji hingga sarung tangan lateks. Ini kemudian dimuat ke truk dan dibawa sejauh 45 km ke perbatasan Rafah untuk kemudian menunggu jalan yang aman ke Gaza.
Upaya diplomatik telah dilakukan untuk membuka jalan bagi bantuan, dengan Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak melakukan kunjungan ke Israel dan bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Kesepakatan yang mengizinkan sekitar 20 truk yang membawa makanan, air dan pasokan medis kemungkinan akan memasuki Gaza dalam beberapa hari mendatang.
Truk-truk itu akan diperiksa dan dipandu oleh PBB dengan bantuan Bulan Sabit Merah Mesir, organisasi kemanusiaan lainnya, untuk memastikan tidak ada barang-barang lain selain bantuan yang masuk ke Jalur Gaza.
Pekerja bantuan mengatakan mereka telah menunggu di sisi penyeberangan Mesir selama berhari-hari untuk mendapatkan izin mendistribusikan pasokan darurat.
Mohsen Sarhan dari Bank Makanan Mesir mengatakan kepada program BBC Radio 4 Today bahwa ada 120 truk bantuan yang ditempatkan di perbatasan dan “tujuh atau delapan pesawat kargo memuat pasokan yang berasal dari Turki”.
Ia mengungkapkan rasa frustrasinya karena tidak dapat membantu dan menambahkan: “Kami sangat marah karena kami tahu orang-orang di sana kehabisan air, bahkan mereka kehabisan kantong mayat.”
Bagaimana dengan bahan bakar dan air?
Bahan bakar biasanya diizinkan masuk ke Gaza melalui pipa diperbatasan Kerem Shalom dan didanai oleh hibah dari Qatar.
Dana ini digunakan untuk memasok satu-satunya pembangkit listrik di Gaza, yang membutuhkan 600.000 liter bahan bakar per hari.
Namun pasokan tersebut saat ini terhenti dan, menurut Khaled Mohareb dari Otoritas Perminyakan Gaza, gangguan ini serupa dengan “eksekusi menyeluruh terhadap orang-orang di Gaza dan kelumpuhan total kehidupan”.
Sebelum pengepungan, pasokan listrik sering kali terbatas dan pemadaman bergilir. Banyak orang memiliki generator yang membutuhkan bahan bakar untuk menjalankannya.
Demikian pula, banyak rumah sakit yang mengandalkan generator darurat tetapi persediaan bahan bakar mereka semakin menipis.
Pembangkit listrik ini adalah “sumber kehidupan Gaza” kata Mohareb , dan memberi listrik pada rumah-rumah serta fasilitas-fasilitas penting seperti rumah sakit dan pusat pengolahan air.
Bahan bakar dibutuhkan untuk pabrik desalinasi air yang “memungkinkan air dialirkan ke keran masyarakat di Gaza,” kata Juliette Touma, dari UNRWA.
Air keran tersebut sudah dianggap tidak layak untuk diminum dan Israel kini telah memutus sebagian besar pasokan air bersihnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan kebutuhan air harian minimum sebesar 100 liter per orang untuk memenuhi kebutuhan minum, mencuci, memasak, dan mandi.
Sebelum konflik, konsumsi air rata-rata di Gaza adalah sekitar 84 liter, dan hanya 27 liter yang dianggap layak untuk dikonsumsi manusia.
Saat ini WHO memperkirakan rata-rata konsumsi air hanya tiga liter per orang.
Dr Ghassan Abu- Sittah, ahli bedah plastik dari London utara yang bekerja di Gaza, mengatakan kepada BBC, sumber daya cepat habis, dan tekanan air tidak cukup untuk memasok beberapa peralatan.
Dalam sebuah postingan di X, platform media sosial yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, ia menulis bahwa “cuka dari toko swalayan” digunakan untuk mengobati infeksi bakteri.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, memuji kepemimpinan AS dan keterlibatan diplomatik mereka dalam upaya mengirimkan makanan, air, dan pasokan medis ke Gaza.
Dia menulis di X bahwa “banyak nyawa bergantung pada ini”.
- Mukjizat Bagiku, Betharia Sonata Nangis Haru Rinoa Cabut Laporan Atas Leon Dozan,Ikhlas Memaafkan - 02/12/2023
- Tipu Muslihat Israel: Minta Warga Khan Younis Mengungsi ke Rafah,Sesampai Sana Mereka Dibombardir - 02/12/2023
- Usai Marah ke Agus Rahardjo, Jokowi Tanya ke Pratikno: Sprindik Itu Apa Toh? - 02/12/2023