Inilah Usaha yang Setara dengan Jihad Fi Sabilillah



loading…

Pengasuh Mahad Subuluna Bontang Kaltim, Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq ketika mengisi kajian. Foto/Ist

Jihad fi sabilillah adalah satu dari tiga amalan utama yang paling dicintai Allah di samping sholat awal waktu dan Birrul walidain (berbakti kepada orangtua).

Dalam Hadis riwayat Muslim disebutkan, perumpamaan orang yang berjihad di jalan Allah -Allah lebih mengetahui siapa yang berjihad di jalan-Nya-, seperti orang yang terus-menerus berpuasa dan sholat, dan Allah menjamin untuk orang yang berjihad di jalan-Nya, jika Dia mewafatkannya, untuk memasukkannya ke surga, atau Dia memulangkannya dalam keadaan selamat dengan membawa serta pahala atau ganimah.

Lalu, apakah usaha yang setara dengan Jihad fi Sabilillah ? Mari kita simak Tausiyah Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq, pengasuh Ma’had Subuluna Bontang Kalimantan Timur berikut.

Allah ta’ala berfirman:

عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Artinya: “Dia (Allah) mengetahui bahwa ada di antara kamu orang-orang yang sakit, dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah, dan yang lain berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah dari Al-Qur’an.” (QS Al-Muzammil ayat 20)

Ketika menafsirkan ayat tersebut Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:

أيما رجل جلب شيئا إلى مدينة من مدائن المسلمين صابرا محتسبا فباعه بسعر يومه كان عند الله بمنزلة الشهداء

“Seseorang yang membawa dagangan dari suatu negeri muslim ke negeri yang lain dengan sabar dan mengharap ridha Allah dengan perniagaannya itu, kedudukannya seperti para mujahid yang sedang berjihad di jalan Allah.”

Abdullah bin Umar juga berkata ketika membahas ayat di atas:

ما خلق الله موتة أموتها بعد الموت في سبيل الله أحب إلي من الموت بين شعبتي رحلي

Tidaklah Allah menciptakan kematian yang kematian itu lebih aku cintai setelah mati syahid, kecuali aku mati di antara kendaraanku ketika membawa barang dagangan.”

Terlebih lagi di akhir zaman ini, berdagang dengan baik termasuk cara untuk mempertahankan agama dari kehinaan meminta-minta dan dari mencari rezeki dengan cara yang tidak halal.

Bahkan sekarang ini –na’udzubillah– ada yang rela kehilangan agama demi mengenyangkan perut dan memuaskan syahwatnya. Sehingga Imam Sufyan ats-Tsauri pernah memberikan nasihat:

من كان في يده من هذه شيء فليصلحه فإنه زمان من احتاج كان أول ما يبذل دينه

Siapa saja yang mempunyai harta hendaknya dia jadikan harta itu modal untuk berbisnis. Sungguh ini adalah masanya, di mana banyak orang ketika ia jatuh miskin, maka yang pertama kali akan dia jual adalah agamanya.”

Referensi:
Tafsir al Qurthubi Jilid 15 Halaman 59

(rhs)



Source link

Julia L. Bellamy

Leave a Comment

A note to our visitors

This website has updated its privacy policy in compliance with changes to European Union data protection law, for all members globally. We’ve also updated our Privacy Policy to give you more information about your rights and responsibilities with respect to your privacy and personal information. Please read this to review the updates about which cookies we use and what information we collect on our site. By continuing to use this site, you are agreeing to our updated privacy policy.