Sejak perang berkecamuk hampir 2 bulan, PBB mencatat setiap 10 menit ada satu anak tewas dan dua lainnya terluka akibat serangan brutal dan genosida pasukan zionis Israel di Jalur Gaza.
Total ada 4,650 anak mengembuskan napas terakhirnya karena hantaman roket hingga rudal Israel.
Pilu. Mencekam. Bahkan mereka yang tak berdosa, mayatnya bergelimpangan di sekolah hingga jalanan. Jadi tontonan menyakitkan bagi siapa pun yang melewati pemandangan tersebut.
Nestapa ini juga diceritakan oleh Abdillah Onim, seorang relawan WNI di Palestina. Bang Onim-sapaan akrabnya- tak bisa menahan haru ketika melihat perjuangan anak-anak Palestina yang berkali-kali terkena serangan Israel.
“Dan tidak semua warga asing pasti kuat melihat anak-anak setengah meter darah, terus tangannya patah — tapi luar biasa, tidak ada histeris atau teriakan (dari anak-anak). Tidak ada yang namanya kepanikan yang berlebihan,” cerita Bang Onim melalui program Diplomatic Talk (DipTalk) yang tayang di YouTube kumparan pada Sabtu (18/11).
Pria asal Maluku Utara tersebut sudah beberapa pekan berada di Indonesia, sejak berhasil dievakuasi dari Jalur Gaza pada awal November lalu.
Kembali ke cerita kuatnya anak-anak di Gaza. Saat dievakuasi karena hantaman roket pun, mereka tetap tenang seraya mengucap nama Tuhan.
“Begitu dievakuasi mereka hanya diangkat masuk ke dalam sambil beristighfar, sambil mengucapkan alhamdulillah,” tutur dia.
Tidak ada takut berlebihan. Bahkan ketika anak-anak itu melihat keluarganya sendiri meninggal dunia tepat di depan matanya, mereka ikhlas.
Sambil membantu mereka yang hendak ‘syahid’ melantunkan kalimat syahadat. Fenomena yang mengundang derai air mata.
“Coba kita lihat sendiri ada anak yang adiknya meninggal dunia. Satunya men-support, kalau nanti meninggal dunia jangan lupa mengucapkan kalimat syahadat — ucapkan, ucapkan, ucapkan. Ucapkan. Itu dengan saudaranya itu berdarah-darah— ucapkan, berucap, ucapkan,” kenangnya.
Bang Onim mengatakan, anak-anak Palestina dianggapnya generasi tertangguh di dunia. Mereka yang membuat Israel bingung, hingga terus menyerang tanpa henti.
“Ini generasi apa nih seperti ini yang dihadirkan di Palestina? Ini yang membuat Israel itu bingung dengan adanya generasi di Palestina — kok tangguhnya seperti ini?” tutur Bang Onim.
Bang Onim merasa bangga bisa hidup di tengah anak-anak Palestina. Bahkan ketika pulang ke Tanah Air, hatinya masih terpaut di Gaza.
“Saya pun tidak percaya bisa berada di hadapan mereka dengan anak-anak yang ada seperti itu di Palestina seperti itu. Jadi setelah saya keluar dari Gaza sampai sekarang pun saya perlu tidur itu seperti berada di sana,” katanya.
“Pada saat tidur dan mimpinya itu kejadian di sana. Mimpi. Setiap hari bermimpi kejadian di sana,” tutup Bang Onim.
Di Ambang Syahid di Gaza, Bang Onim: Insyaallah Ketemu Anak & Istri di Surga
“Ini bisa selamat enggak, ya? Bisa selamat enggak, ya?” pertanyaan itu terulang-ulang di dalam kepala Abdillah Onim, seorang relawan WNI di Palestina, saat melintasi jalanan bagian selatan Jalur Gaza di bawah gempuran Israel dan mayat-mayat bergeletakan di atas aspal.
Pria yang akrab disapa Bang Onim itu merangkul erat istri dan ketiga anaknya — berusaha menguatkan diri, sementara di depan matanya tampak tubuh-tubuh lemah manusia diratakan oleh rudal. Kala itu, Onim sangat yakin dia dan keluarganya tidak akan selamat.
Tetapi bagi Onim, tewas bersama keluarganya terdengar tidak begitu menyakitkan bila dibandingkan harus meninggal sendirian.
Cerita Onim kepada dibagikan kumparan, melalui program Diplomatic Talk (DipTalk) pada Sabtu (18/11). Pria asal Maluku Utara tersebut sudah beberapa pekan berada di Indonesia, sejak berhasil dievakuasi dari Jalur Gaza pada awal November lalu.
“Saya lebih memilih kalau contohnya meninggal, meninggal bareng saja sama anak dan istri. Jadi, saya katakan bahwa ke istri saya dan anak saya, ‘kayaknya kita tidak akan selamat deh’ tapi nanti insyaallah kita bertemu di surga,” kata Onim.
Onim dan keluarganya seolah adalah orang yang dipilih Tuhan untuk bisa selamat dari jalur evakuasi dari Kota Gaza ke bagian selatan — yang jauh dari kata ‘aman’ meskipun itu dijuluki ‘jalur evakuasi warga sipil’ oleh Israel.
Onim dan keluarganya, kala itu, melihat bagaimana warga Gaza yang semula memiliki harapan untuk bisa tetap menjalankan hidup dan membela tanah airnya, kandas hanya dalam hitungan detik.
Harapan itu dimunculkan oleh penjajah yang mengatakan ada lokasi aman di bagian selatan Gaza. Namun, harapan itu pula dihancurkan Israel dengan mengebom jalanan ke sana. “Kita melihat bagaimana warga Gaza utara yang diarahkan untuk dievakuasi ke Gaza Selatan dalam hitungan detik meninggal,” kata Onim.
Melihat pemandangan itu, Onim masih merangkul anak dan istrinya dengan erat — padahal di setiap sisi mereka diterjang bom. Mental Onim sempat menciut, mempertanyakan bagaimana nasib nyawanya.
“Dan itu melewati kiri kanan mayat, di bawah reruntuhan dan ya Allah kuat enggak ya? Selamat enggak ya? Jadi, pada saat melewati jalur tersebut, itu lepas semuanya dan kami saling merangkul,” ungkap Onim.
“Dalam hitungan detik kita berjalan dengan membawa baju tiba-tiba bom datang, selesai. Itu yang terjadi saat ini di Jalur Gaza. Dengan demikian, saya berada di sana sebagai saksi hidup dan untuk perjalanan evakuasi, akses atau jalannya tersebut pasti meninggal dunia,” jelasnya.
Onim, pada gilirannya, memikirkan yang terpenting apabila jalan terbaik adalah syahid di Jalur Gaza — maka itu harus terjadi saat anak dan istrinya berada di dalam rangkulan Onim.
“Kalau meninggal kena rudal, ya sudah kita meninggal bareng saja di sini. Itu yang terjadi,” tutup Onim.
- Mukjizat Bagiku, Betharia Sonata Nangis Haru Rinoa Cabut Laporan Atas Leon Dozan,Ikhlas Memaafkan - 02/12/2023
- Tipu Muslihat Israel: Minta Warga Khan Younis Mengungsi ke Rafah,Sesampai Sana Mereka Dibombardir - 02/12/2023
- Usai Marah ke Agus Rahardjo, Jokowi Tanya ke Pratikno: Sprindik Itu Apa Toh? - 02/12/2023