Polresta Malang Kota melakukan aksi sujud massal sebagai bentuk permintaan maaf atas tragedi Kanjuruhan.
Sujud massal tersebut dipimpin Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol Budi Hermanto.
Ia dan jajarannya sujud massal saat apel pagi di halaman Mapolresta Malang Kota, Senin (10/10/2022).
Terkait hal itu, keluarga korban tragedi Kanjuruhan turut menanggapi.
Salah seorang ayah korban Kanjuruhan, Sutris menanggapi biasa saja adanya aksi sujud massal yang dilakukan Polresta Malang Kota tersebut.
Karena menurut Sutris, aksi sujud massal itu tidak ada pengaruhnya bagi korban tragedi Kanjuruhan.
“Saya keluarga Korban hanya biasa saja, apa yang dilakukan polisi sampai sujud massal itu biasa saja si. Enggak ada pengaruhnya dengan korban-korban dan kasus-kasus yang terjadi di Kanjuruhan,” kata Sutris dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Selasa (11/10/2022).
Lebih lanjut Sutris juga tidak bisa menganggap aksi sujud massal tersebut sebagai bentuk bertaubatan atas kesalahan yang dilakukan polisi saat mengamankan laga Arema FC dengan Persebaya Surabaya itu.
Karena menurut Sutris, tidak semua anggota Polresta Malang Kota yang mengikuti aksi sujud massal menjadi pelaku atas tragedi Kanjuruhan.
“Saya tidak menganggapnya itu kaya bertaubat ya, itu bukan bertaubat, karena bukan pelaku semua itu yang sujud,” pungkas Sutris.
Diketahui sebelumnya, Kapolresta Malang Kota Kombes Pol Budi Hermanto memimpin sujud massal bersama jajarannya, di halaman Mapolresta Malang Kota, Senin (10/10/2022) pagi.
Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mendoakan sekaligus meminta maaf kepada seluruh korban tragedi Kanjuruhan dan warga khususnya yang ada di Malang raya.
Termasuk pada Aremania dan Aremanita atau fans Arema FC yang menjadi korban di Stadion Kanjuruhan.
Hal tersebut diungkapkan melalui postingan akun Instagram @polrestamalangkotaofficial, Senin (10/10/2022).
“Kami bersujud dan bersimpuh memohon ampunan-Mu ya rabb, menghaturkan maaf kepada korban dan keluarganya serta seluruh Aremania Aremanita, seraya memanjatkan doa agar situasi Kamtibmas kembali kondusif, kabulkan doa kami ya rabb,” tulis postingan @polrestamalangkotaofficial, Senin (10/10/2022).
Saat melakukan aksi sujud massal, Kombes Pol Budi Hermanto yang didampingi oleh jajaran Pejabat Utama (PJU) dan Kapolsekta Jajaran Polresta Malang Kota, melaksanakan doa bersama terlebih dahulu.
Usai berdoa, dipimpin langsung olehnya seluruh peserta apel bersimpuh dan bersujud.
“Mari rekan – rekan semua, kita berdoa agar saudara – saudari kita,Aremania dan Aremanita korban tragedi Kanjuruhan bisa diterima di sisi Nya dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan serta kita bersama – sama memohon ampun kepada Alloh SWT agar peristiwa itu tidak terjadi lagi,” ujar Kombes Buher, sebagaimana diberitakan Tribunnews.com sebelumnya.
Tanggapan Pengamat soal Aksi Sujud Massal
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Pakar Manajemen Isu dan Krisis Universitas Brawijaya Maulina Pia Wulandari, angkat bicara terkait aksi sujud personel Polresta Malang Kota.
Diketahui, aksi sujud tersebut merupakan permintaan maaf kepada Tuhan YME atas terjadinya tragedi di Stadion Kanjuruhan yang menewaskan 131 orang.
Pia, mengatakan aksi tersebut menunjukkan kurangnya pemahaman anggota Polri terhadap manajemen isu dan krisis pada kasus Tragedi Kanjuruhan di Malang.
“Menurut saya, strategi ini adalah strategi komunikasi krisis yang berlebihan dan tidak perlu dilakukan oleh Kapolres Kota Malang,” kata Pia dalam keterangannya, Senin (10/10/2022).
Pia mengatakan, jika aksi sujud tersebut mewakili institusi Polri, seharusnya Kapolri yang menyampaikan permintaan maaf tersebut, bukan level Kapolres.
“Apalagi kejadian ini levelnya bisa dikatakan kejadian nasional bahkan internasional,” ujarnya.
Lanjut Pia, seharusnya Kapolres di wilayah lokasi kejadian yang melakukan strategi apologia ini.
Bukan Kapolres yang bertugas di luar wilayah lokasi kejadian.
“Tidak ada hubungannya dengan pelanggaran kode etik profesi Polri. Kapolres Kota Malang hanya kebagian bahwa korbannya banyak bertempat tinggal di Malang,” kata Pia.
Polisi Akui Gunakan Gas Air Mata Kedaluwarsa di Tragedi Kanjuruhan
Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan suporter Arema FC mulai menemukan fakta baru.
Salah satunya kini pihak kepolisian mengaku memakai gas air mata kedaluwarsa dalam tragedi Kanjuruhan tersebut.
Terungkap gas air mata yang digunakan saat tragedi Kanjuruhan tersebut memiliki batas penggunaan hingga 2021.
Artinya gas air mata yang mengenai ratusan korban tersebut sudah kedaluwarsa selama satu tahun.
Kadiv Humas Polri , Irjen Dedi Prasetyo menyatakan bahwa ada beberapa gas air mata yang dipakai anggotanya memang telah kedaluwarsa sejak 2021.
“Ya, ada beberapa yang ditemukan ya. Yang tahun 2021, ada beberapa ya,” kata Dedi.
Namun, dia tak merinci total gas air mata yang kedaluwarsa tersebut.
Dia hanya menyatakan bahwa gas air mata tersebut masih dalam proses pendalaman laboratorium forensik (labfor).
“Saya belum tahu jumlahnya tapi masih didalami oleh labfor tapi ada beberapa.
Tapi sebagaian besar yang digunakan adalah ini. Ya tiga jenis ini yang digunakan,” katanya.
Meski membenarkan penggunaan gas air mata kedaluwarsa di stadion Kanjuruhan Malang dan menyebut gas air mata tersebut masih dalam proses pemeriksaan labfor, Polri mengklaim pemakaian gas air mata yang kedaluwarsa tidak membahayakan kesehatan.
Dedi Prasetyo menggunakan pernyataan Mas Ayu Elita Hafizah, pakar dari Universitas Indonesia (UI) untuk mendukung klaim gas air mata kedaluwarsa tak berbahaya.
Dedi mengatakan, masyarakat tak boleh menyamakan kedaluwarsa gas air mata dengan kedaluwarsa bahan makanan.
Kedua hal tersebut berbeda satu sama lainnya.
“Di dalam gas air mata memang ada kedaluwarsa atau expirednya.
Rekan-rekan harus beda membedakan, ini kimia beda dengan makanan.
Kalau makanan ketika kedaluarsa makanan itu ada jamur ada bakteri yang bisa mengganggu kesehatan,” kata Dedi di Kantornya, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022) seperti dikutip dari Tribunnews.com.
Dedi menuturkan bahwa gas air mata justru berbanding terbalik dengan bahan makanan.
Gas air mata yang kedaluwarsa justru mengurangi dari efektivitas partikel kimia yang ada di gas air mata.
“Kebalikannya dengan zat kimia atau gas air mata ini, ketika dia ekspired justru kadar kimianya berkurang.
Sama dengan efektifitas gas air mata ini, ketika ditembakan dia tidak bisa lebih efektif lagi,” ungkapnya.
“Kalau misalnya dia tidak expired, dia ditembakkan ini kan partikel cs ini kan akan menjadi partikel seperti serbuk-serbuk bedak.
Ditembakan jadi ledakan di atas.
Ketika terjadi ledakan di atas, maka (gas air mata kedaluwarsa) akan timbul partikel yang lebih kecil lagi yang dihirup kemudian kena mata mengakibatkan perih,” sambungnya.
Dengan kata lain, Dedi menyatakan bahwa zat kimia dalam gas air mata semakin menurun seiring dengan masa waktu kedaluwarsa barang tersebut.
“Jadi kalau sudah expired justru kadarnya dia berkurang zat kimia, kemudian kemampuannya juga akan menurun,” ucapnya.
Penjelasan Polri tentang gas air mata tidak mematikan. Kadiv Humas POLRI: Dalam skala tinggipun tidak…
Insiden Kanjuruhan yang memakan banyak korban jiwa karena penggunaan gas air mata pada awal Oktober lalu masih menyisakan duka.
Kebanyakan korban jiwa yang jatuh karena banyaknya penggunaan gas air mata dan susahnya akses keluar dari dalam Stadion karena berdesakan dan ada pintu yang terkunci.
Sebenarnya aturan dari FIFA melarang penggunaan gas air mata untuk mengurai massa di dalam stadion.
Aturan ini tertulis dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pasal 19B, “No fire arms or crowd control gas shall be carried or used (Tidak boleh membawa atau menggunakan senjata api atau gas air mata)” tulis dalam aturan tersebut.
Tetapi Polri melalui akun Twitter @divhumaspolri tanggal 10 Oktober 2022, Mengatakan kalau penggunaan gas air mata tidak berbahaya walau dalam tingkat tinggi.
“Para Ahli menyatakan Gas Air Mata Tidak Mematikan.”
“Kadiv Humas Polri, menuturkan bahwa tidak ada pendapat para ahli yang menyampaikan penggunaan gas air mata bersifat mematikan. Polri juga menjelaskan bahkan penggunaan gas air mata dalam tingkat tinggi juga tidak mematikan.” Tulis akun tersebut.
Dalam postingan tersebut juga mengutip perkataan dari guru besar Universitas Udayana, beliau ahli dibidang oksiologi atau racun. Bahwa gas air mata tidak mematikan walau penggunaan dalam skala tinggi.
“Saya juga mengutip dari pendapat dari Prof. Made Gelgel, adalah guru besar dari Universitas Udayana, beliau ahli dibidang oksiologi atau racun. Beliau menyebutkan bahwa, termasuk dari Dr. Mas Ayu Elita, bahwa gas air mata/CS ini dalam skala tinggi pun tidak mematikan.” ujar Kadiv Humas Polri saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (10/10).
Postingan tersebut mendapat banyak komentar dari para netizen.
“sini satu kompi kalian, saya bantu uji coba di gedung buat 5 botol gas air mata aja. mati gak???” Ungkap salah satu netizen.
“Yang membuat orang berhamburan lari apa? gas air mata + berdesakan bukan?” Ungkap netizen yang lain.
“Emang sih gas nya mungkin tidak mematikan… Tp efek yg ditimbulkan akibat gas yg ditembakan secara sembarangan itu yg berbahaya…” Komen salah satu netizen.
Lebih lanjut beberapa waktu lalu melalui akun Instagram @andreli_48 tanggal 6 Oktober 2022, memposting salah satu korban yang mata nya memerah sudah 1 Minggu.
“Doa terbaik untuk semua korban tragedi Kanjuruhan Kepanjen Malang 1 Oktober 2022, semoga semua lekas membaik pulih dan bisa aktifitas kembali.
Semoga tragedi duka ini tidak terulang lagi.” Tulis dalam postingan tersebut.
Lalu di tempat lain melalui akun Twitter @ainurohman membagikan photo salah satu korban selamat dari tragedi Kanjuruhan.
Dalam postingan tersebut tertulis, “Akibat terlalu banyak menghirup gas air mata, tiap 7 menit dadanya nyeri.”
“Dan muncul flek putih di separuh paru-paru sebelah kirinya.”***